Rabu, 27 Maret 2019

Menanti


Sumber : Dokumentasi Pribadi

Rabu Pagi
di Jakarta Sebelah Timur

Pukul 07.41

Hidup ini adalah soal penantian. Ada yang menanti kelahiran anak pertamanya, ada yang menanti hari pernikahannya, ada yang menanti wisuda kelulusannya, ada yang menanti liburan panjang, ada yang menanti seseorang menyatakan cinta kepadanya (halah, dasar bucin), ada yang menanti sahabatnya pulang dari perantauannya bahkan disampingku kini seorang supir angkot sedang menanti penumpang supaya dapat memenuhi setoran kepada juragannya. Semua kita menanti, menanti sesuatu yang kita anggap pantas untuk dinanti.

Pukul 07.48

Kau tahu? Aku masih menanti, saat ini saja aku sedang berdiri mematung menunggu bus Transjakarta. Aku menanti, sebagaimana ibu-ibu yang menyelak antrianku ini menanti. Aku menanti, seperti juga mbak-mbak berjilbab biru ini menanti di shaff terdepan namun tidak kunjung naik ke bus yang datang, hmm mungkin dia menungguku? Maaf mbak, kamu bukan tipeku. Aku juga menanti datangnya inspirasi untuk penulisanku ini. Oh ya, aku juga masih menantimu walau aku tahu kau sedang menanti yang lain.

Pukul 08.00

Pukul 08.01

Pukul 08.02

Lihat? 3 menit terbuang percuma hanya untuk memikirkan kalimat apa yang pantas ditulis. Hehe penantian yang sia-sia bukan? Sama seperti menanti seseorang yang tidak menantimu. Maksudku untukku, bukan untukmu. Ya apalah aku, ibarat rambu P coret, ada tapi dianggap tak ada.

Pukul 08.10

Menanti memang tidak menyenangkan, walaupun tidak seluruhnya begitu. Kalau penantianmu hanya diisi dengan duduk dan merenung, apa gunanya? Isi penantianmu dengan hal-hal positif, agar masa penantianmu menjadi produktif, dan ketika tiba masanya apa yang kamu nantikan itu datang maka setidaknya kamu bisa mengangkat kepala untuk apapun yang mungkin akan terjadi. Optimis itu wajib, tapi juga harus rasional. Peluang untuk mendapatkan apa yang kita nantikan itu beragam, maka seharusnya kita juga mempersiapkan diri apabila ekspektasi tak sejalan dengan realita nanti.

Pukul 08.22

Bus yang aku tumpangi singgah di halte Penas Kalimalang, kini sudah kembali melaju setelah kondektur menanti penumpang yang mungkin akan naik. Hidup seharusnya seperti itu, tetap berjalan sebagaimana mestinya karena mungkin saja di depan sana akan ada yang lebih patut untuk kita nantikan.

Pukul 08.34

Dari semua penantian, aku rasa yang paling pantas untuk dinanti adalah ajal, kematian. Kenapa? Karena dari semua yang kamu nantikan, kematian adalah sesuatu yang pasti kamu dapatkan. Lebih dari itu, janji-janji Tuhanmu adalah sesuatu yang pasti akan kamu dapatkan. Aku rasa, menanti apa yang telah dijanjikan Tuhan, kemudian mengisi masa penantian untuk taat kepada-Nya, akan menjadikan penantian-penantian selainnya terasa kecil dan ringan.

Minggu, 10 Desember 2017

Gowes Minggu Pagi


Belakangan ini, saya kembali menghidupkan kebiasaan "gowes" saya setelah "mati suri" sekian lamanya. Seperti pada pagi hari ini, di Minggu yang cerah, dimana matahari tersenyum sumringah, dan badan ini serasa bergairah, bergairah untuk bersepedah tentunyah. Jadi, sebagaimana beberapa Minggu sebelumnya saya pun kembali memantapkan diri untuk menyelusuri "sepi"-nya Jakarta di Minggu pagi.


Jakarta sebagai kota metropolitan juga ibukota negara dikenal sebagai kota yang sibuk, macet, penuh polusi, dan lainnya. Nggak salah memang, tapi nggak sepenuhnya benar juga. Sebagai suatu kota majemuk yang didiami beragam jenis manusia yang berbeda latar belakang suku, agama, pendidikan, profesi, dan sebagainya, kota ini memiliki banyak sisi yang dapat diulas keberadaannya. 

Rute yang saya pilih (asal jalan sebetulnya, tanpa perencanaan) adalah rumah (Cijantung) - kramat jati - cawang UKI - utan kayu rawamangun - matraman - kampung melayu - otista - condet - rumah. Setelah melakukan pemanasan ringan namun intensif (mompa ban sepeda), saya segera meluncur untuk bersepeda ria. Oh ya, bersepeda selain berguna untuk membakar lemak-lemak jahat di tubuh saya (wk), juga untuk lebih mengenal kota yang saya tinggali sedari kecil ini. 




Gowes bagi saya pribadi memiliki dampak positif, selain raga yang menjadi lebih fit, pikiran yang menjadi lebih jernih, juga hati yang menjadi lebih lembut dan bersyukur. Untuk poin pertama dan kedua mungkin Anda semua sudah paham dan maklum, tapi poin ketiga mungkin agak janggal, betul begitu? Sebenarnya nggak aneh, logikanya ketika kita gowes kita berpapasan dan melihat beragam hal yang terjadi di sepanjang perjalanan. Terlebih apabila kita jeli dan teliti melihat ke kanan dan ke kiri, pasti kita akan memiliki pandangan yang lebih luas lagi mengenai apa yang terjadi di sekitar kita.

Pagi tadi, sebagaimana jamaknya Minggu pagi,  banyak orang-orang yang memanfaatkan waktu dengan berolahraga atau melakukan aktivitas lainnya. Sepanjang jalan tadi saya melihat ada ayah yang bersepeda dengan anaknya yang masih kecil, ada juga remaja yang bermain bola, sebagian remaja ada yang bersepeda pula, namun ada juga remaja yang berboncengan tiga sekedar untuk jajan di pasar oagi kemudian ngobrol kesana kemari. Sepanjang jalan itu pula saya kerap melihat banyak pemulung yang tengah memungut botol plastik bekas sembari memanggul karung atau mendorong gerobak. Sebagian besar yang saya lihat adalah orang-orang yang telah memutih rambutnya, beberapa malah sudah mulai membungkuk punggungnya. Ada juga orang-orang yang tidak memiliki tempat bernaung sehingga terpaksa tidur di depan toko yang masih tutup, di emperan jalan, atau di halte pemberhentian bus kota. Saya juga bertemu, di daerah Utan Kayu Utara, seorang nenek yang nampaknya berusia 70-80 tahun, mendorong troli (bener kan ya namanya?) menjajakan serabi/surabi yang dibandrol dengan harga Rp 5000,00/bungkus dimana satu bungkus berisi 3 buah serabi/surabi. Beliau menjajakan dagangannya dengan sisa-sisa tenaga yang dimiliki, sesekali beliau meninggalkan troli dagangannya, mengambil senampan serabi/surabi kemudian menawarkannya ke toko-toko sepanjang jalan yang baru memulai aktivitasnya. Kemudian di bawah jalan layang Cawang Kompor, masih ada ternyata jasa cukur rambut jalanan disana. Pemiliknya seorang bapak yang sudah tidak muda lagi umurnya namun masih cekatan memainkan gunting dan sisir untuk merapikan rambut pelanggannya.


Kebanyakan dari mereka yang saya lihat adalah orang-orang yang sudah tua, yang seharusnya sudah diam dan beristirahat di rumah, namun nyatanya himpitan kebutuhan hidup mendesak mereka untuk tetap produktif dalam bekerja, untuk dapat menghilangkan lapar dan dahaga di hari itu atau lebih jauh lagi untuk menghilangkan lapar dan dahaga keluarga yang mungkin menjadi tanggungan mereka.

Namun satu yang saya kagum dari mereka, segurat senyum belum juga hilang dari bibir mereka. Senyum, hal yang sekarang mulai jarang dijumpai dibanyak orang yang nampak bahagia dan sukses hidupnya menurut pandangan manusia namun masih juga tersungging indah di bibir-bibir mereka yang nampak susah hidupnya serta banyak kekurangan. Kerasnya hidup menghantam fisik mereka, namun nampaknya tidak kepada hati mereka.

Hal-hal seperti ini yang hendaknya bisa membuat kita lebih banyak bersyukur dalam hidup terhadap hal-hal yang kita miliki, karena belum tentu orang lain memiliki hal serupa dengan yang kita miliki. Karena hidup yang kau benci, bisa jadi merupakan hidup yang orang lain inginkan. Kita hanya tidak mengetahui seberapa banyak manusia yang mendambakan hidup seperti kehidupan kita, maka selalu syukuri apa yang terjadi pada diri kita.

Jakarta, 10 Desember 2017.
Selesai penulisan, 15.07 WIB.

@santoso_rifqi

Jumat, 04 Agustus 2017

Istiqamah



Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahi wahdahu, washshalatu wassalamu ‘ala man la nabiyya ba’dahu, nabiyyina muhammadin wa ’ala alihi wa shahbihi wa ba’du. Segala puji hanya milik Allah ๏ทป semata, dan shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada seseorang yang tiada Nabi lagi setelahnya, yaitu Nabi kita Muhammad ๏ทบ beserta keluarga serta sahabatnya. Jumu’ah Mubarak, di hari Jum’at yang penuh keberkahan ini mari kita memperbanyak shalawat kepada Rasulullah ๏ทบ, jangan lupa baca pula QS. Al-Kahf sebagai upaya menghidupkan kembali diantara sunnah-sunnah beliau ๏ทบ yang mulai ditinggalkan. Rasulullah ๏ทบ bersabda,

ู…ู† ู‚ุฑุฃ ุณูˆุฑุฉ ุงู„ูƒู‡ู ู„ูŠู„ุฉ ุงู„ุฌู…ุนุฉ ุฃุถุงุก ู„ู‡ ู…ู† ุงู„ู†ูˆุฑ ููŠู…ุง ุจูŠู†ู‡ ูˆ ุจูŠู† ุงู„ุจูŠุช ุงู„ุนุชูŠู‚
“Barangsiapa yang membaca surat al-Kahf pada malam Jum’at, dia akan disinari cahaya antara dirinya dan Bait al-‘Atiq (Ka’bah).” [HR. ad-Darimi no.3470 dan dishahihkan Syaikh al-Albani rahimahullahu dalam Shahihul Jami’ no.6471]

ู…ู† ู‚ุฑุฃ ุณูˆุฑุฉ ุงู„ูƒู‡ู ููŠ ูŠูˆู… ุงู„ุฌู…ุนุฉ ุฃุถุงุก ู„ู‡ ู…ู† ุงู„ู†ูˆุฑ ู…ุง ุจูŠู† ุงู„ุฌู…ุนุชูŠู†
Barangsiapa yang membaca surat al-Kahf pada hari Jum’at, dia akan disinari cahaya di antara dua Jum’at.” [HR. al-Hakim no.6169, al-Baihaqi no.635 dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullahu dalam Shahihul Jami’ no.6470]

Pukul 08.52 WIB, adzan Zhuhur pada hari ini tercatat pukul 11.59 WIB, masih sekitar 3 jam lebih beberapa menit tersisa sebelum waktu Zhuhur tiba. Mari manfaatkan waktu untuk hal-hal bermanfaat, bisa dengan tilawah atau membaca buku atau mendengar murattal atau muraja’ah hapalan atau bisa juga dengan mandi Jum’at kemudian bersuci dan memakai pakaian terbaik dan wewangian kemudian bergegas pergi ke masjid dan melaksanakan shalat sunnah mutlak hingga khatib naik mimbar. Mari biasakan mengisi waktu dengan kebaikan.
Kalau kata pepatah Jawa, “witing tresna jalaran saka kulina, witing mulya jalaran wani rekasa (cinta tumbuh sebab terbiasa, mulia tumbuh sebab berani susah)”. Kalau kita membiasakan hal yang baik, memang terkesan berat di awal bahkan tak luput dari celaan orang banyak, lambat laun kita akan cinta dengan kebiasaan baik tersebut bahkan kebiasaan itu Insya Allah akan melekat dalam pribadi kita. Ingat mas/mbak, istiqamah tuh memang berat, kalau ringan namanya istirahat, nah kalau istimewa ya kamu itu, pakai telor dua.

“Istiqamah (al-istiqaamah) menurut bahasa diambil dari kata istiqaama-yastaqiimu-istiqaamah yang artinya adalah al-I’tidaal (lurus). Menurut istilah syar’i, istiqamah artinya meniti jalan yang lurus yang tidak lain adalah agama yang lurus (Islam), tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri. Istiqamah mencakup melakukan seluruh ketaatan, yang terlihat dan tersembunyi dan meninggalkan seluruh yang dilarang (lihat kitab Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, I/510)”. [Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafizhahullahu dalam buku Istiqamah, Konsekuen & Konsisten Menetapi Jalan Ketaatan, hal. 17, Pustaka At-Taqwa]


   Istiqamah yaitu menetapkan diri atau mempertahankan diri agar tetap teguh di atas kebaikan dan jalan yang lurus. Berat memang karena untuk tetap istiqamah kita akan diuji sesuai dengan kadar keistiqamahan kita. Ibarat pepatah, “Semakin tinggi pohon, semakin besar angin yang menerpa”, maka semakin kita berusaha untuk istiqamah semakin berat pula ujian yang akan kita hadapi baik dari luar maupun dari dalam diri sendiri. Dari dalam? Iya, dari diri kita sendiri. Ada kalanya ketika kita mencoba untuk istiqamah, justru diri kita mengingat-ingat lagi kesenangan maksiat yang dulu dikerjakan, kemudian setan menghiasi pikiran kita dengan angan-angan semu dan membisikkan bahwa istiqamah itu berat dan sulit hingga terbetik dalam hatinya untuk kembali melakukan maksiat tersebut. Untuk itulah mengapa Imam al-Hasan al-Bashri rahimahullahu, sebagaimana dinukil oleh Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullahu dalam Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, senantiasa berdoa, “Allaahumma anta rabbunaa, farzuqnal istiqaamah (Ya Allah, Engkau adalah Rabb kami, maka berikanlah kepada kami ke-istiqamah-an)”.
Istiqamah adalah perkara yang amat penting, bahkan kita diperintahkan untuk memintanya paling sedikit 17 kali sehari semalam, yaitu dalam shalat kita dimana apabila tidak kita baca maka tidak sah shalat kita,
ุงู‡ุฏ ู†ุง ุงู„ุตุฑุงุท ุงู„ู…ุณุชู‚ูŠู…
“Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus”. [QS. Al-Fatihah : 6]

Kemudian mungkin kita berpikir,“Kita sudah tahu apa itu istiqamah, lalu bagaimana cara agar tetap dapat istiqamah?”. Maka hal tersebut sudah dipaparkan panjang lebar dalam banyak kajian ilmu atau buku atau artikel oleh para masyaikh dan asatidz kita, sebagaimana bisa dilihat di https://muslimafiyah.com/kiat-menggapai-istiqamah.html atau bisa juga https://almanhaj.or.id/4134-keutamaan-istiqomah.html atau kalau ingin lebih banyak bisa dilihat di https://yufid.com dengan keyword “kiat istiqamah” atau yang semisalnya.

   Saya tidak akan mengurai panjang lebar disini karena hal tersebut sudah banyak diulas oleh para ustadz, lengkap dengan pembahasan dalil dan penjelasan para Salaful Ummah. Ini juga dikarenakan keterbatasan waktu dan ilmu yang saya miliki, saya melalui artikel ini hanya sedikit memberikan gambaran tentang istiqamah. Maka saya berdoa kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala, semoga Allah senantiasa mengistiqamahkan kita semua di atas jalan kebaikan sebagaimana Rasulullah ๏ทบ juga senantiasa berdoa dengan doa beliau,
ูŠุง ู…ู‚ู„ุจ ุงู„ู‚ู„ูˆุจ ุซุจุช ู‚ู„ุจูŠ ุนู„ู‰ ุฏูŠู†ูƒ
“Wahai Dzat Yang Maha Membolak-balikkan Hati, teguhkanlah hati kami di atas agama-Mu.” [HR. at-Tirmidzi no.3522]

“Sesungguhnya karamah (seorang wali Allah) adalah bisa terus istiqamah”.
[Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu, Majmu’ah al-Fatawa, 10:29]


Jakarta, 4 Agustus 2017
@santoso_rifqi

Kamis, 03 Agustus 2017

Mari Membaca



Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

                Dua belas lewat lima puluh tujuh menit, tiga menit menjelang pukul satu siang. Cuaca Jakarta tetap panas dengan suhu 31ยบ, cukup terik sehingga bisa membuat air di dalam toren menjadi hangat. Saking panasnya, tikus di dapur berdecit, mungkin karena panas atau mungkin karena lapar. Oh ya, semalam ada tikus yang terkena jebakan lem dan terperangkap hingga sekarang di dapur. Satu lagi hal tidak penting yang kalian ketahui di siang ini. 
                Siang ini sangat sepi, sebagaimana siang-siang sebelumnya. Hanya suara kipas, sesekali terdengar suara notifikasi wa atau line, kadang lewat tukang batagor hingga tukang tape, suara ibu memanggil anaknya pulang, suara anak kecil berlarian, suara bapak-bapak ngobrol, lah jadi rame, heran. Ekspektasi memang kadang tak sesuai realita, mau mengisahkan hari yang sepi, malah rame ternyata.
                Satu lewat dua puluh tiga menit, baru dua paragraf disana. Tiga puluh menit habis hanya sekedar untuk menata kata dan mencari inspirasi tulisan. Menulis memang tak semudah kelihatannya. Kita takjub dengan para penulis yang sepertinya mudah bagi mereka menulis buku itu bahkan ada yang hingga berjilid-jilid. Kita takjub, kemudian kita mencoba untuk menulis, ternyata sulit kita rasa. Sulit mencari tema, sulit menyusun diksi, sulit menuangkan opini, sulit meyakinkan dirinya, dan semua hal yang akhirnya membuat kita menyerah untuk menulis. Kita mungkin mempunyai banyak buku bacaan di rumah, walaupun sebagian besarnya adalah buku materi sekolah yang hanya dibaca ketika ada tugas atau ketika mau ulangan atau dibuka sekedar formalitas di depan orang tua, saya tahu karena saya pelakunya. Itu masalahnya, kita jarang membaca. Akhirnya kamus kosakata kita miskin, itu sebabnya kenapa kita kesulitan memilih kata dan menyusun diksi kalimat.
                Membaca, sebenarnya di zaman sekarang ini saya pribadi yakin minat baca masyarakat, khususnya generasi muda, cukup tinggi. Masalahnya, yang menjadi bahan bacaan kebanyakan adalah status-status di media sosial yang umumnya berisi curhatan pemilik akun, dengan bahasa yang jauh dari kata baku bahkan dengan struktur penulisan kata yang terdiri dari kombinasi huruf dan angka yang jamak kita kenal dengan huruf alay. Bahan bacaan lain, masih dari sosial media, yang banyak digandrungi adalah status berisi berita hoax/palsu atau lebih parah status yang memerintahkan untuk like-comment-share kemudian yang melakukannya diiming-imingi masuk surga atau kalau tidak maka dapat adzab. Hal ini yang menurut saya pribadi menjadikan kita miskin kosakata. Tidak semua memang, ada di antara akun-akun sosial media yang masih memposting status berisi berita akurat, dengan pemilihan kata yang tepat, tapi jumlahnya tak banyak.
                Membaca buku, itu mungkin salahsatu opsi yang dapat dilakukan untuk menambah koleksi kosakata dan juga khazanah keilmuan kita. Cobalah kita membaca buku-buku umpama karangan Buya Hamka, kita akan mendapati banyak sekali kosakata yang mungkin baru kali pertama kita dengar. Selain itu dengan membaca kita dapat belajar bagaimana cara menyusun diksi kalimat dengan tepat, bagaimana cara memilih gaya bahasa dalam tulisan, dan lain sebagainya. Zaman semakin mudah, bila tak sanggup untuk memiliki cetakan bukunya, kita bisa mendapatkan buku-buku tersebut dalam versi ebook atau pdf-nya. Tapi tentu saja, godaan membaca versi ebook lebih besar dibanding dengan membaca cetakan asli bukunya, yang tadinya fokus membaca lama kelamaan mungkin melipir jadi buka sosial media dan sebagainya, ya mungkin bisa diatasi dengan memasang smartphone dalam mode pesawat selagi kita membaca.
                Dua lewat tiga belas menit, sudah satu jam rupanya dan apa yang saya tulis masih beberapa paragraf saja. Saya semakin takjub dengan kisah pendahulu kita yang amat gigih dalam menulis dan menelurkan karya. Sebagaimana Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu yang menyusun kitab al ‘Aqidah al Wasithiyah hanya dalam sekali jalsah (duduk) yaitu selepas shalat Ashar, atau kisah Imam an Nawawi rahimahullahu yang beliau akan terus menulis kitab hingga tangan beliau kaku baru setelah itu beliau terpaksa meletakkan pena-nya, atau Imam Bukhari yang senantiasa menulis sehingga makanpun beliau disuapi karena tidak mau berhenti menulis, atau kisah-kisah lainnya. Hasilnya, kita sekarang bisa melihat kitab-kitab mereka yang dalam satu judul saja bisa berjilid banyaknya dan satu jilid kitab mereka tebalnya bisa lebih dari 500 halaman. Padahal, diantara mereka ada yang umurnya hanya sampai sekitar 40 tahun, ada yang 50, banyak yang hingga 60 tahun, dan sedikit diantara mereka yang lebih dari itu. Usia mereka berkah, sehingga mereka bisa meninggalkan karya tulis yang banyak bahkan diantaranya masih ada yang berbentuk manuskrip atau yang belum selesai ditulis.
                Kita mungkin belum bisa “se-ekstrem” mereka dalam menulis dan membaca, tapi mari kita teladani kegigihan mereka, bukan tidak mungkin suatu hari nanti kita bisa memiliki kesungguhan seperti mereka. Selain itu, mari kita latih diri kita untuk menulis dari sekarang, bisa dalam bentuk menulis di buku harian, menulis quotes singkat, menulis diblog pribadi, menulis namaku di hatimu, atau apa saja yang dapat melatih kita dalam menulis asalkan itu positif dan kita bertanggung jawab atasnya.

Jakarta, 3 Agustus 2017
@santoso_rifqi